Kamis, 25 Juli 2013

Pendidikan Gratis: Sebuah Tinjauan

Tidak bisa dipungkiri betapa mudahnya anak-anak sekarang memasuki dunia sekolahan. Serba gratis. Tidak seperti zaman di saat saya sekolah dulu. Banyak anak-anak usia sekolah yang harus menjauh dari sekolah lantaran benturan biaya. Anehnya, banyak juga anak-anak dari keluarga mampu yang tidak sekolah. Kenapa? Mereka, pada prinsipnya, sekolah nggak sekolah tetap punya harta. Prinsip yang meracuni masyarakat pada saat itu menelantarkan turunannya pada era globalisasi sekarang ini. Yang sukses adalah mereka yang berprinsip bahwa pendidikan adalah harta yang tak akan punah. Mereka tidak diinabobokan oleh harta yang melimpah ruah. Mereka justru memanfaatkan hartanya walau harus menipis demi menjadi orang-orang cerdas. Disamping itu, tidak sedikit dari keluarga yang berstatus ekonomi lemah yang berhasil lantaran ditempah oleh keadaan yang serba kekurangan. Mereka membanting tulang demi kebutuhan anak-anak mereka. Mereka tabah dan sabar. Akhirnya, tidak sedikit dari mereka yang mampu bertahta dalam berbagai bidang. Apa lagi yang menjadi alasan anak-anak sekarang untuk tidak menuntut ilmu? Upaya pemerintah sungguh luar biasa memperhatikan pendidikan. Dalam benak saya, anak-anak sekarang kurang tantangan. Banyak di antara mereka yang merasa tidak tertantang. Mereka tidak ikut merasakan betapa susahnya orang tua membanting tulang lantaran biaya pendidikan seratus persen di luar tanggungan orang tua. Tidak seperti mereka pada era saya dulu, mereka yang dari keluarga kurang mampu betul-betul bersungguh-bersungguh menuntut ilmu (belajar) karena mereka selalu ikut merasakan jerih payah orang tuanya dalam pembiayaan sekolah. Konklusi saya masalah bermutu tidaknya pendidikan sekarang sangat dipengaruhi oleh faktor pembiayaan dan kesadaran. Bukan dari faktor siapa yang mengajar. Sebab, semakin besar biaya pendidikan maka seseorang, yang memiliki kesadaran terhadap pengorbanan orang tuanya, akan memiliki kualitas yang tinggi. Sebaliknya, semakin gratis pendidkan seseorang, yang tidak memiliki kesadaran terhadap pemanfaatan fasilitas pendidikan tersebut, professor lulusan dari langit sekalipun yang menjadi gurunya, akan membentuk luaran yang nihil. Lantas, siapa yang berhasil. Jawabnya adalah mereka yang memiliki kesadaran. Ide akhir dalam celoteh ringan ini adalah faktor penanaman kesadaran. Sebaiknya pemerintah kita mencari ajian sakti untuk menanamkan kesadaran masyarakat terhadap pendidikan, baru memberlakukan pendidikan gratis. Anak-anak sekolah negeri ini adalah anak-anak yang belum siap untuk menjadi anak-anak manja, tetapi tipe mereka adalah maju karena tantangan. S.Amin Manji 240713